2/17/09

SETELAH LDKK

Harusnya aku sudah pulang ke rumah Aba. Apalagi acara penutupan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Keteateran (LDKK)Komunitas Seni Jalan Lain (KSJL)STKIP-PGRI Pontianak, telah berlangsung pukul sepuluh tadi pagi. Namun rasanya, saat ini, LDKK masih berlangsung. Sehingga tadi, beberapa menit lalu, aku kaget sendiri saat melihat angka digital pada kiri bawah monitor Samsung tertera 8:30 PM, aku terbayang kawan-kawan sudah mulai dengan materi baru.

"Materi apa sekarang?"
"Siapa pematerinya?"
"Sudah dikonfirmasi belum, ya?"
"Apakah ada yang sakit?"

Aku hendak bangkit dari kursi warnet BNP ini. Bersiap ke kampus. Mudah-mudahan ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membantu kawan-kawan. Tapi...dalam sekian detik aku tersadar. LDKK sudah usai.

***

Banyak hal yang ingin kutulis berkenaan dengan pelaksanaan LDKK KSJL kali ini. Namun, benakku bagai hall sebuah lantai diskotik yang penuh cahaya. Aku tak tahu harus menceritakan warna apa yang paling menarik. Semuanya menakjubkan. Person yang semula dikira akan takluk di medan Pelurusan Motivasi, justru tegar. Person yang sepertinya tangguh, ternyata sedemikian ringkih sehingga tetap memerlukan pendampingan. Ada yang takjub tak percaya bisa menuntaskan semua agenda LDKK. Ada yang tertunduk lesu. Ada yang tegar menerima kenyataan dan bertekad mengulang di LDKK selanjutnya. Dlsb...

Ketika menyaksikan semua momen itu, aku teringat dengan pembicaraan sederhana di kantin lama kampus (sekarang telah menjadi gedung megah) bersama beberapa kawan. Ada Eko Amriyono, yang sekarang menekuni bisnis rental, warnet dan PS. Ada Asep, anak breakdance, yang sekarang "maen gila" dengan kameranya sambil menunggu SK penempatan sebagai PNS di KKR. Ada "Si Emak", Yeye Prihatini, yang sekarang mengajar di kampung halamannya di Mempawah sana. Ada Topik "Bubuk", aktivitis tulen yang kerap kami sebut sebagai Presiden Siantan. Juga ada Edi Setiawan, si "Multi Aktivis", yang selalu meng-upgrade diri setiap penerimaan mahasiswa baru. Dari semua nama-nama itu, yang hadir saat LDKK, hanya aku, Eko dan Asep.

"Dari sebanyak-banyak ini mahasiswa kita, kenapa tidak ada sanggar seni?"
"Tidak ada yang memulainya".
"Sudah pernah, tapi kemudian dimatikan".

Kami pun kemudian mulai menyusun langkah-langkah prosedural. Tanya sana-sini. Bikin Naskah Usulan Kegiatan. Bikin proposal pembentukan. Kemudian menunggu proses. Menunggu proses. Terus menunggu proses. Tapi...semua itikad itu di-"peti-es"-kan. Akhirnya semua bersepakat.




No comments: