Pada sembarang malam yang kita tempuh hati-hati, seonggok cerita di selokan tentang horor urban menggeliat malu-malu, seperti rajah kuno yang kita gambar ulang dengan sandi binari, seperti serapah mantra purba yang kita wartakan di layar-layar televisi, seperti berhala-berhala teknologi yang kita asapi di altar edukasi, seperti kau dan aku yang sibuk mencari tempat ber-reproduksi.
Pada sembarang malam di bulan ulang tahunmu, kita menemukan kau dan aku yang bersampan menyeberang sungai tua membelah kota, memungut artefak-artefak mutakhir kiriman filsuf-filsuf Yunani dan mengunyahnya lahap seperti makhluk kelaparan, seperti bayi yang berhari-hari dihanyutkan, seperti anak yang bertahun-tahun dianiaya orangtua kandung, seperti remaja bertahun-tahun puber dan demam tren, seperti orang-orang dewasa yang bertahun-tahun mabuk menasehati, seperti orang-orang tua yang berabad-abad rindukan mati.
Pada sembarang malam yang lain, kau dan aku bersua kita di perempatan, berbincang dengan pengemis junior yang menandaskan sebungkus nasi di separator jalan, bertanya tentang berapa umurmu? Siapa orang tuamu? Punya berapa saudara? Tidak sekolah? Tidur di mana? Sehari dapat berapa? Lalu kau dan aku melihat kita mengubah jawaban si junior dalam data-data kuantitatif, mengolahnya sedemikian rupa menjadi statistik yang jauh dari bumi.
Lalu pada sembarang malam terpilih, kau dan aku melihat kita mengajari bayi hanyut rumus-rumus statistik yang membeku di selokan.
03.09.07
No comments:
Post a Comment